Senin, 22 Februari 2010

Mengharapkan Kembali Euforia Masa Kecil

Zaman berubah, segalanya ikut berubah. Masih teringat kenangan masa kecil ketika menonton tim bulu tangkis Indonesia bertanding. Jalan-jalan sepi. Orang berkumpul di rumah tetangga yang punya televisi, nonton bareng sambil bersorak-sorai.

Euforia tahun 1980 hingga 1990-an itu kini sepertinya tak ada lagi. Dulu, setiap perumahan wajib punya lapangan bulu tangkis. Setiap anak rata-rata juga punya raket badminton. Saat itu raket terbuat dari kayu, sesuatu yang sekarang mungkin sudah tidak ada lagi. Bahkan papan tripleks pun disulap jadi raket-raketan.Hari ini (Senin, 22 Februari), tim Thomas dan Uber Indonesia akan mengawali perjuangan menembus putaran final Piala Thomas dan Uber 2010. Akankah euforia itu kembali hadir? Atau jangan-jangan kita tidak peduli lagi bahwa para pejuang bulu tangkis Indonesia sedang berlaga di babak kualifikasi di Thailand.

Zaman memang sudah berubah. Komposisi tim Thomas-Uber saat ini juga berbeda. Kalau dulu, kita mungkin hanya tahu pemainpelatnas. Tapi sekarang, ada pemain non-pelatnas yang ikut memperkuat tim Thomas dan Uber Indonesia. Mereka adalah pemain yang memilih keluar dari PBSI untuk mencari jalur sendiri dalam merintis karier profesional.Pebulu tangkis seperti Taufik Hidayat, Alvent Yulianto, Markis Kido, dan Hendra Setiawan adalah contoh pemain non-pelatnas yang saat ini ikut membela tim Thomas Indonesia. Hendra batal memperkuat Merah Putih karena sakit demam berdarah. Di tim Uber Indonesia, ada Maria Febe Ku-sumastuti yang juga merupakan pemain non-pelatnas.

Tapi terkadang pemain nonpelatnas ini dicap tidak nasionalis karena memilih keluar dari PBSI. Tak jarang ada yang di-cap pengkhianat karena keluar dari pelatnas untuk memperkuat atau melatih negara lain. Padahal, mereka mungkin keluar dari PBSI karena hanya ingin bisa mengembangkan karier profesionalnya.Zaman memang sudah berubah. Tren atlet-atlet profesional non-pelatnas mulai meningkat. Dan itu bukan sebuah dosa karena mereka tetap pemain Indonesia dan tetap memiliki nasionalisme yang kuat untuk membela Merah Putih. Taufik mungkin salah satu bukti. Meski sedang sibuk mempersiapkan diri untuk kejuaraan All England, Taufik rela program latihannya terganggu karena memenuhi panggilan masuk pelatnas.

"Tidak masalah karena memperkuat tim Thomas tidak kalah penting karena membawa nama negara," kata Taufik {Republika, 18/2).Menantu Agum Gumelar, mantan menteri perhubungan, ini mengakui, memang ada gap ketika anggota tim Thomas di-dikotomikan menjadi dua pemain pelatnas dan non-pelatnas. "Saya tidak mungkin banyak memberikan masukan kepada pemain lain karena saya sudah berada di luar pelatnas," katanya. "Tapi, kini saatnya kita semua mengenyamp-ingkan ego demi Indonesia."Taufik benar. Ketika sudah masuk tim Thomas atau Uber Indonesia, tidak ada lagi yang namanya pemain pelatnas atau bukan pelatnas. Semuanya sama pemain nasional yang membela Merah Putih.Semoga saja mereka bisa mengharumkan nama bangsa dengan membawa Piala Thomas dan Piala Uber ke Tanah Air. Karena, Indonesia terakhir kali mengawinkan dua piala bergengsi itu pada 1996. Dan lebih dari itu, euforia masa lalu semoga kembali hadir meski zaman sudah berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar