Minggu, 20 Juni 2010

Djarum Indonesia Open Super Series ; Di Sini Kandang Kita!

JAKARTA, KOMPAS.com — Tahun lalu, Indonesia sebagai tuan rumah hanya menjadi penonton turnamen bulu tangkis Djarum Indonesia Open Super Series karena cuma menyaksikan wakil dari negara lain naik podium untuk mengangkat trofi dan menyabet medali. Memiliki sejumlah pemain top yang diharapkan bisa naik podium juara, pasukan "Garuda" justru berguguran sebelum mencapai final. Hanya Taufik Hidayat yang bisa mencapai partai puncak, sebelum dikalahkan rival beratnya dari Malaysia, Lee Chong Wei.

Padahal, menjelang turnamen bergengsi berhadiah 250.000 dollar AS tersebut, hampir semua orang sudah punya ekspektasi yang cukup tinggi. Bahkan, Ketua Umum PB PBSI Djoko Santoso berani memasang target minimal merebut tiga gelar, yaitu tunggal putra, ganda putra, dan ganda campuran.

Keyakinan ini cukup beralasan karena di tiga sektor tersebut Indonesia memiliki pemain-pemain bermental juara dan sudah mengoleksi banyak gelar. Di tunggal putra ada Taufik Hidayat, yang sudah enam kali juara di rumah sendiri, begitu juga dengan Sony Dwi Kuncoro, yang menjadi juara Djarum Indonesia Open Super Series 2008. Di ganda putra ada Markis Kido/Hendra Setiawan, juara 2005, dan di ganda campuran terdapat pasangan Nova Widianto/Liliyana Natsir, juga juara 2005.

Namun, harapan itu tinggallah harapan karena semua gelar tersapu bersih oleh para "tamu". Taufik, yang mengincar gelar ketujuh di negara sendiri, harus mengakui kehebatan Chong Wei, pemain nomor satu dunia. Di sektor tunggal putri muncul juara baru asal India, Saina Nehwal. Kemudian ganda putri dimenangi pasangan Malaysia, Eei Hui Chin/Pei Tty Wong; ganda putra menjadi milik pasangan Korea Selatan, Jung Jae-sung/Lee Yong-dae; dan ganda campuran direbut pemain China, Zheng Bo/Ma Jin.

Mendung pun menyelimuti langit Indonesia karena bulu tangkis yang menjadi olahraga kebanggaan di Tanah Air gagal mempersembahkan gelar. Hasil tahun 2009 itu menjadi ulangan mimpi buruk tahun 2007 ketika Indonesia harus malu di kandang sendiri lantaran gagal menyabet satu gelar pun. Tahun tersebut, Chong Wei juara tunggal putra, Wang Chen (Hongkong) di tunggal putri, Fu Haifeng/Cai Yun (China) juara ganda putra, Du Jing/Yu Yang (China) juara ganda putri, dan Zheng Bo/Gao Ling juara ganda campuran.

Padahal, dalam sejarah Indonesia Terbuka yang mulai bergulir pada tahun 1982 hingga berganti nama menjadi Indonesia Super Series, Indonesia selalu dominan. Bahkan, pernah terjadi sapu bersih gelar, seperti pada tahun 1983, 1993, 1996, 1997, dan 2001, ketika di sektor putri masih ada pemain-pemain top seperti Susi Susanti, Mia Audina, Lili Tampi, Finarsih, Rosiana Tendean, Ivana Lie, Deyana Lomban, dan Verawaty Fajrin.

Kini, kekuatan sektor putri Indonesia sudah hilang semenjak era Susi dan Mia berakhir. Tak heran jika dua nomor putri (tunggal dan ganda) nyaris tidak pernah masuk hitungan lagi di setiap turnamen, termasuk pada Djarum Indonesia Open Super Series 2010 ini.

"Saat ini kita memiliki mantan juara di sektor tunggal putra, serta masih ada yang diandalkan dari sektor ganda putra dan ganda campuran," ungkap Djoko, yang juga Panglima TNI.

Benar sekali, tiga sektor ini tetap masih menjadi nomor andalan Indonesia. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan terjadi kejutan di sektor tunggal dan ganda putri karena para pemain top dari China, Denmark, dan Korea Selatan tidak tampil dalam Djarum Indonesia Open Super Series kali ini. Bahkan, dari jauh-jauh hari China sudah memastikan tidak ambil bagian dalam turnamen yang akan berlangsung di Istora Senayan, Jakarta, 22-27 Juni, ini karena mereka juga sedang menggelar kompetisi internal.

Inilah yang membuat Ketua Subbidang Pelatnas PB PBSI Christian Hadinata cukup optimistis Indonesia bisa menyapu bersih lima gelar. Tentunya, perlu perjuangan yang keras dan menunjukkan semangat yang tak pernah padam. "Peluang meraih gelar di lima nomor tetap terbuka karena China tidak ambil bagian sehingga kekuatan menjadi rata," ujar Christian saat jumpa pers Djarum Indonesia Open Super Series di Jakarta, 8 Juni lalu.

Ya, kans para pemain putri mengakhiri paceklik gelar sangat terbuka kali ini. Absennya semua pemain top China, plus juara All England, Tine Rasmussen (Denmark), sedikit menguak harapan bagi Maria Febe Kusumastuti, Adriyanti Firdasari, dan Maria Kristin Yulianti untuk menjadi juara. Di sektor ganda pun demikian, tanpa China, peta kekuatan menjadi sangat berimbang sehingga Meiliana Jauhari/Greysia Polii dan Shendy Puspa Irawati/Nitya Krishinda Maheswari bisa mengambil kesempatan ini.

Pelajaran dari Singapura

Jelang tampil di Djarum Indonesia Open Super Series, para pemain Indonesia lebih dulu ambil bagian di Singapura Terbuka Super Series. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan karena Sony Dwi Kuncoro bisa membawa pulang gelar nomor tunggal putra. Dalam perjalanannya, dia lebih dulu menyingkirkan pemain nomor satu dunia, Chong Wei, dan di final mengalahkan unggulan keempat dari Thailand, Boondak Ponsana.

Nova/Liliyana juga berhasil menembus final. Sayang, ganda campuran nomor satu Indonesia ini tampil sangat buruk sehingga menyerah dua set langsung dari pasangan Denmark, Thomas Laybourn/Kamilla Rytter Juhl. Begitu juga dengan ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan, yang takluk di semifinal dari pasangan Taiwan, Fang Chieh Min/Lee Sheng Mu Lee, yang akhirnya menjadi juara.

Di ganda putri, Meiliana/Greysia sempat membuat kejutan karena melangkah ke semifinal seusai mengalahkan unggulan ketujuh dari Korsel, Ha Jung-eun/Jung Kyung-eun. Tetapi, perjalanan mereka harus terhenti karena dijegal pasangan Korsel yang merupakan unggulan kelima, Kim Min-jung/Lee Hyo-jung.

Namun, yang menarik dari hasil final di Singapura ini adalah munculnya ganda putri tuan rumah, Shinta Mulia Sari/Yao Lei, yang menjadi juara. Menghadapi Kim Min-jung/Lee Hyo-jung, semangat tinggi dan daya juang Shinta/Yao, yang tidak diunggulkan, membuat mereka mampu meraih kemenangan straight game, 21-17, 22-20. Ini merupakan sebuah hasil yang semestinya dan sepatutnya bisa menjadi inspirasi bagi pemain-pemain putri Indonesia untuk berprestasi di negara sendiri setelah Ellen Angelina terakhir kali menjadi juara tunggal putri tahun 2001 dan Vita Marissa/Liliyana Natsir juara ganda pada tahun 2008.

Jika di Singapura saja—yang juga tidak diikuti para pemain top China, Denmark, dan Korsel—kita bisa membawa pulang gelar, di Jakarta pun kita harus meraihnya. Karena, di sini kandang kita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar